Pages

Kata Adik : Semua Orang Pernah "DOSA"

Ada hal absurd yang lagi-lagi dikumandangkan oleh adik saya, Dito...

Dito : "(dengan mimik begitu serius berkata pada ibu saya) Bu, semua orang pernah dosa lho".

Ibu : "(tertarik) Oya?".

Dito : " Iyaaaaa, do-sa-rungan.... do-sa-ndalan... yang terakhir nih Bu, do-sa-mbat ora nduwe duit".

Ibu : "@#@%%$$&%(*%$@!!!"

Aneh-aneh saja....

Aku yang Tak Berguna [Bag.1]


Angka di buku itu pernah berwujud "9" dan berwarna biru. Tandanya nilai bagus, bahkan tertinggi di antara yang lainnya. Namun air muka Papa tidak berubah. Tetap menatap lumrah dan berkata dengan datar "Bagus". Kemudian kini, angka di buku itu menjadi berwujud "6" dan berwarna lebih berani, merah. Ini peringatan. Nilai itu nilai buruk. Jidat Papa berkerut. Nadanya meninggi "Bagaimana bisa?!". Tidak berhenti sampai disitu saja. Masih banyak keluh kesah Papa menanggapi angka 9 yang terbalik itu.

Erlien tidak mengerti apa tepatnya yang diinginkan papanya itu. Nilai bagus, tidak digubris, giliran nilai jelek, menggerutu tiada habisnya. Erlien ingin membahagiakan Papanya dengan nilai yang bagus itu. Sayangnya respon yang ditampilkan sang Papa tidak membuat Erlien puas. Respon itu menurunkan semangat Erlien. Penurunan semangat Erlien kemudian diganjar oleh nilai 6. Kini Papanya yang tidak puas. Sedang Erlien sendiri menjadi begitu bingung.

Apa yang harus kulakukan? Apa yang aku lakukan sepertinya selalu salah. Apa yang harus aku lakukan? Apa yang aku lakukan sepertinya tak ada gunanya. Papa tidak bahagia atasnya. Nilai bagus sepertinya biasa saja. Nilai jelek ternyata malah menyakitinya. Harus bagaimana?

Jilbaber itu tak berhenti menyanyikan doanya. Solat malam terberat pun ia tapaki. Ketika menghadap-Nya di waktu Dhuha, ia begitu lama bertafakur. Hatinya begitu gundah. Kepada Sang Perumus Cobaan, ia bertanya seputar "Kenapa-kenapa-kenapa" dan "Bagaimana-bagaimana-bagaimana".

Jilbaber itu kini telah bertahan 5 bulan dengan keadaan bertanya-tanya tersebut. Ia masih gemar menyanyikan doanya. Tidak berhenti. Solat malam terberat pun tak ia musnahkan. Tafakur yang lama juga tidak ia khianati. Hatinya tetap gundah. Namun kini ia tidak mengumandangkan sedikit pun pertanyaan. Pasrah sembari dalam hati kecilnya ia bertanya "Kenapa Allah tak kunjung mencukupkan cobaanku sementara ibadahku terhadap-Nya adalah melebih batas cukup?".

Tugas menahan matanya agar tetap setia terbuka hingga larut malam hari itu. Begitu huruf terakhir selesai digoreskan oleh penannya, ia menghempaskan diri di kursi yang sedari tadi didudukinya sambil menghela napas panjang. Selesai juga, alhamdulillah! Erlien naik ke atas ranjang. Hanya cukup sekejap mata dan ia tertidur begitu pulas.

Pukul 3 tepat matanya kembali terbuka.
"Solat malam Lien" kata sebuah suara di hatinya.
"Aduh, tapi masih ngantuk banget!" kata suara lain di hatinya.
"Cuma sebentar saja" sahut suara awal
"Besok pagi harus sekolah, kalau di sekolah capek bagaimana?"
"Kalau tidak solat tasbih, ya solat tahajud saja"
"Ya ampun, maksain diri banget, kan cuma sunah,lagipula selama ini aku tak pernah meninggalkannya... sekali-kali kan tidak mengapa"
"2 rakaat saja, ambil nilai minimal-lah, daripada tidak?"
"Orang kita capek kok malah memaksakan diri seperti itu. Itu tidak sesuai kemampuan! Nanti malah dosa jadinya!"
Perdebatan berakhir. Kata "dosa" yang diucapkan oleh suara terakhir memantabkan hati Erlien untuk melanjutkan merajut mimpi.

Pagi harinya, Erlien membuka mata. Awalnya perlahan-lahan. Sedetik kemudian, matanya sudah terbuka begitu lebar memandang khidmat pada angka 6 yang ditunjukkan oleh jarum pendek dan angka 3 yang ditunjukkan oleh jarum panjang jam di kamarnya. Telat! Ya Subuhnya, ya sekolahnya. Ia buru-buru menunaikan ibadah Subuhnya. Di penghujung rangkaian ibadahnya itu Erlien segera menarik lepas mukenanya. Ia tidak menyanyikan mantera-mantera doa.

Semenjak hari itu interaksi vertikal yang dulunya begitu intim dilakukan oleh Erlien mulai mengendor. Kemesraannya "sedikit" hilang. Ia merasa Allah tak kunjung menjawab ikhtiarnya.
Mungkin, memang ini adalah hukuman bagi Allah. Hukuman apa? Entahlah! Sabar hanya milik cobaan, milik hukuman adalah kata "jalani saja", jadi : Jalani saja-lah! [Bersambung...]

Oleh-oleh yang Bikin Ngiler!

Pelajaran Agama pertama di semester yang baru ini, saya kembali diajar oleh Bu Titik Istiqomah. Beliau sempat vakum mengajar di semester yang lalu karena akan menunaikan rukun Islam yang ke-5. Mengawali semeseter ini, beliau bercerita tentang pengalamannya dalam melaksanakan ibadahnya itu :

islamic_wallpaper_makkah
  1. Sekali solat di Masjidil Haram = 100.0000 solat di masjid biasa >>> subhanallah!
  2. Tenda yang disediakan disana ber-AC dan berpermadani >>> sebagai aktivis pramuka, yang bagian ini tidak terlalu menarik minat saya. Hehee...
  3. Perjalanan naik pesawat ke Makkah (dari Indonesia) menghabiskan sekitar Rp 17 Juta >>> olala, Rp 17 Juta belum pernah lihat oi, seperti apa ya? Kata Pak Gunawan (guru Geografi saya ketika dulu kelas X) pasti bisa untuk ngisi kolam renang pakai es dhawet.
  4. Kita bisa berada di Masjidil Haram sampai kapanpun >>> ada nggak sih yang mau pulang kalau kakbah udah di depan mata?
  5. Beda halnya dengan di Masjid Nabawi. Di sana pada pukul 10 malam sudah ditutup. Hal ini ada sejarahnya lho. Dahulu, pernah Masjid Nabawi dibuka 24 jam. Namun ternyata ada tangan usil yang hendak mencuri jenazah Rasulullah. Oleh karenanya, masjid ini lalu tidak lagi dibuka 24 jam.
  6. Keadaan disana begitu bersih. Masjid benar-benar dirawat dan dibersihkan setiap saat. Selama 24 jam ada saja office boy yang bekerja. Pilar-pilar yang begitu tinggi tidak luput dari sapuan pekerjaan si Office Boy-Office Boy tersebut. Bahkan lantai di bawah permadani yang tebal dibersihkan selalu walau harus menyibak permadani yang begitu berat. >>> faktanya kebanyakan office boy disana adalah orang Indonesia. Heran. Apakah harus dengan gaji tinggi baru Indonesia mau sadar akan kebersihan?
  7. Solat yang menggunakan alat solat lengkap : mukena, sarung, koko, peci, sajadah (secara lengkap) hanya dikenakan oleh jemaah haji dari Indonesia saja. Kata Bu Titik, jemaah dari negara lain bisa dengan enjoy solat dengan menggunakan baju tidur, atau baju berlengan pendek bagi wanita.
  8. Ini bagian yang paling menohok : "Bu Titik itu, sejak kemarin pulang dari Makkah menunggu anak-anak kok tidak juga main ke rumah Bu Titik ya? Padahal Bu Titik itu sudah beli oleh-oleh banyak, air zam-zam banyak, kurma banyak, tetapi kok kalian tidak datang? Ada apa? Apa sudah lupa dengan Bu Titik ya?" >>> hehee... no comment, hehee

PARASIT : Parasit Hati, Parasit Jiwa, Parasit Pikiran

Tanpa disuruh, kata "Parasit" tidak akan berlari-lari dengan lama di dalam otak kita. Tempatnya sudah jelas. Sebuah rumah di dunia otak manusia yang bertuliskan "Konotasi Negatif". Mereka adalah organisme penumpang yang merugikan hidup dari organisme lain yang ditumpangi si organisme "nakal" tersebut.

Sebelum masa 2 tahun yang lalu, mungkin kata "Parasit" akan memberikan konsepsi yang sama dengan pemikiran orang lain di otakku. Kata yang aneh dan jahat. Namun, ketika menginjakkan kaki pertama di kelas XI.RSBI-2 di awal semester dulu, kata Parasit harus menjadi hati, jiwa, dan pikiran saya. Ia membayangi suka dan duka saya. Ia adalah hidup saya.

PARASIT : PROGRAME OF INTERNATIONAL SCIENCE TWO : XI.RSBI-2

28627_1328144962583_1199716870_30979680_3093589_n

Nama yang agak memaksakan kehendak, mungkin. Namun semua yang berada di dalamnya tidak keberatan dengan nama tersebut. Entahlah, semakin aneh namanya semakin bersemangat penghuninya.

Sedikit flashback.
Ketika SMP, saya menempati sebuah kelas dengan orang-orang yang begitu menyenangkan. KOMPAK. Kemanapun bersama. Ke kantin, tidak tanggung-tanggung, semua warganya, satu kelas tersebut, bersama-sama pergi ke sana. Yang paling saya ingat adalah sebuah momen dimana mereka begitu perhatian kepada saya yang sungguh introvert. Mungkin ini hal sepele, dan bahkan mungkin apa yang mereka lakukan, bagi mereka itu hanyalah hal kecil, yang entah sekarang mereka masih ingat atau tidak. Adalah ketika saya tiba-tiba menangis di depan sahabat kental saya, Ulfa. Dengan tiba-tiba, teman satu kelas menghampiri saya. Lazimnya, mereka pasti akan langsung bertanya, "Kamu kenapa" atau hal sepadan yang menunjukkan simpati mereka. Namun tidak. Mereka hanya berkata "Eh, Tik, ayo kita ngerjain Rahma, jangan duduk terus dong disini. Ayo buruan gabung!". Apa dan bagian mana yang spesial, saya benar-benar tidak dapat meyakinkan Anda, tapi bagi saya, seluruhnya adalah spesial. Saya merasa mereka tahu betul bahwa saya hanya bercerita masalah saya kepada seorang yang benar-benar saya percayai. Mereka tidak memaksa saya untuk bercerita. Mereka tahu bahwa saya tidak bisa memasrahkan masalah saya. Mereka tidak meminta tetapi mereka memberi sebuah penghiburan kepada saya.

Alhamdulillah...
Allah memberi saya kesempatan untuk merasakan suasana yang serupa. Serupa tapi tak sama. Anugerah yang tak ternilai harganya, kelas XI.RSBI-2 yang tetap berlanjut dalam formasi yang sama hingga kelas XII.RSBI-2.

Mana yang lebih sempurna? Tak dapat dibandingkan. Keduanya memiliki kelebihan masing-masing. Keduanya sempurna dan menempati peringkat pertama di hati saya.

Suatu hari di semester ke-2 di kelas penghujung masa SMA ini, tiba-tiba saya merasa begitu takut. Hati menjadi biru mengingat bahwa waktu kami bersama hanya tinggal beberapa bulan lagi. Pertemuan tidak akan pernah disesali, tetapi perpisahan lah yang akan disesali.

47086_1263404485524_1842099095_503003_7936876_n

47086_1263404525525_1842099095_503004_7971166_n

Senior-senior serta para guru selalu berkisah tentang masa kuliah yang tidak akan menemui lagi kata solidaritas. Bukan tidak akan, tetapi sulit. Kata "klop" di masa itu hanya diantara beberapa orang saja. Saya bertanya-tanya bagaimana bisa hal itu terjadi? apa yang membuat kata "kompak" menjadi sulit terjalin? Apakah karena rasa "Aku tidak cocok dengan dia" atau "Dia harusnya begini-begitu"? Jika ya, kenapa jadi seorang mahasiswa sungguh egois seperti anak kecil?

Oleh karenanya, ingin rasanya saya mengabadikan berbagai dongeng yang dibisikan PARASIT ke dalam hidup saya. Jika PARASIT memang adalah sebuah virus, ia telah menyerang hati saya. Pun menyerang jiwa, lalu otak, pikiran saya. Virus itu membawa sebuah penyakit bahagia. Saya membutuhkannya. Saya sakau terhadapnya. Saya membutuhkannya. Saya kecanduan terhadapnya. Semoga, kelak, Allah masih memperkenankan saya untuk mengicip "narkoba" serupa di hari-hari saya sebagai mahasiswa... semoga...

Resolusi Untuk Evolusi


Tahun Baru...
Diri baru
Niat baru
Semangat baru
Pandangan baru
Harapan baru
Rencana baru

Jika dibandingkan dengan tahun baru milik tahun kemarin, tahun baru di tahun ini justru lebih kurang persiapan bagi saya. Tidak ada pandangan-pandangan baru bermunculan. Tidak seperti tahun lalu. Tidak ada harapan-harapan baru yang tumbuh. Tidak selayaknya tahun lalu. Akhirnya tidak ada rencana-rencana baru yang terbentuk. Tidak sepadan dengan tahun lalu.

Di tahun ini, pandangan dan fokus saya hanya seputar LULUS UJIAN dan DAPAT FKU DI UGM/UI. Sudah itu saja. Natus dari keinginan itu sudah lama terjadi. Memasuk awal bulan pertama di tahun yang baru mungkin umurnya telah sekitar 4 bulan. Sudah belajar merangkak-lah.

Rencana demi rencana sudah terealisasikan bahkan sebelum tahun baru tiba. Setelah tahun baru, saya tinggal melanjutkan untuk merealisasikan rencana-rencana mengenai fokus saya tadi. Rencana-rencana tersebut tentunya lahir bersamaan dengan keinginan-keinginan tadi.

Biarlah pandangan saya akan tahun ini hanya seputar hal tersebut saja. Berpikir sesuatu yang muluk-muluk kebanyakan malah sukar menjadi kenyataan. Hakikatnya, sesuatu yang besar (baca : muluk-muluk) berawal dari sesuatu yang kecil (baca:sederhana). Ketika apa yang menjadi harapan saya nantinya terwujud (AMIEN, AMIEN, AMIEN), saya akan mulai merencanakan resolusi-resolusi untuk kedepannya setelah itu.

Semangat di tahun yang baru itu begitu perlu, namun sebaiknya semangat itu timbul setiap hari. Minimal, setelah bergantinya hari, semangat yang baru untuk hidup lebih baik dari hari kemarin kemudian timbul. Mungkin, ini adalah resolusi untuk evolusi saya yang baru di tahun yang baru ini, yaitu : MEMBIASAKAN DIRI UNTUK TETAP BERSEMANGAT SETIAP HARI. Semoga kelak bisa mengecilkan range "setiap hari" menjadi "setiap waktu".

Malam di Alun-alun Selama Setahun

Usia saya 18 tahun lebih sebulan dan enam hari ketika kalender masehi tahun 2000 harus ditambah dengan angka 11. Gawe milik seluruh umat dunia itu jatuh dalam masa hibernasi saya dari kehidupan sekolah. Kebetulan, saya menghabiskan masa tersebut dengan berurbanisasi ke rumah eyang saya yang lebih - bahkan sangat - dekat dengan alun-alun kota. Jadilah kesempatan untuk merayakan gawe itu secara besar-besaran semakin mudah terwujud, hahaa (:tawa setan)

Remaja, dimanapun, lazimnya lebih suka menghabiskan waktu bersama sebayanya dibanding dengan orang tuanya. Berhubung SMS Undangan Perayaan Tahun Baru dari teman-teman saya tak kunjung mengetuk apalagi masuk, saya tidak jadi merayakan tahun baru di alun-alun kota. Konon kabarnya, ada konser grup band dari ibu kota yang khususon didatangkan hanya untuk menghilangkan dahaga warga akan air-air hiburan semacam itu (kok malah kelihatan katrok ya, hehee). Bagaimanapun remaja, apapun grup bandnya, darimanapun asalnya, kalau tidak bersama TEMAN, it's better to say NO, correction, BIG NO!!!
(PS : Ifham, Lita, Shinta, Ulfa, Dimas, Ova, Ima, Manda, Rahma, Maretha, dll; miss you all)

31122010182

Allah berkata lain. Om saya beserta keluarganya datang dan mengoarkan sebuah rencana untuk menghabiskan malam tahun baru ini. Satu paket rencana perayaan tahun baru itu adalah :
  1. Makan malam di restaurant
  2. Menunggu countdown akbar sambil menonton konser di alun-alun
  3. Countdown akbar (masih di alun-alun)
  4. Pesta kembang api (masih di alun-alun)
  5. Pulang
  6. Tidur
Kembali pada konsep remaja, ingin sekali saya hanya mengambil 1/6 dari paket itu, yaitu pada poin ke-6, TIDUR. Namun, rasa pekewuh menggelitik jiwa. Manusia macam apa saya ini jika menolah ajakan suci dari om saya dan keluarganya itu? Egois terkalahkan empati. Atas nama empati, senyuman terkembang dan anggukan tercipta. "I'll join with your plan, Uncle Sofia" (sokmanis).

Apa yang Allah beri pada makhluk-Nya adalah yang terbaik. Malam itu menjadi malam yang begitu menyenangkan. Allah memunculkan di permukaan air hati saya sebuah rasa nyaman berkumpul dengan keluarga besar yang telah selama 12 tahun tenggelam. Kembali, senyuman terkembang. Terima kasih Allah, walau hanya makan malam dan menikmati alun-alun bersama tetapi rasanya begitu manis.

Nikmat Allah selalu sederhana bagi-Nya
Entah bagaimana
Menjelma luar biasa bagi makhluk-Nya

31122010178

Alun-alun memaksa saya untuk tetap ingat diri. Orang desa masuk kota, bagaimanapun, tetap orang desa (:huhuu). Bingung? Begini ceritanya:
(Ketika menonton konser)
Adik saya : " Gila! Sound-nya bagus ya?!"
Saya : "Masak?!"
Adik saya : "Iyalah! Masak nggak tahu?!"
Saya : "Hehee (*garuk-garuk kepala*)"

Belum puas? Ada lagi :
Saya : "Ya ampun, suaranya bagus banget! Grup band apa sih itu?"
Adik saya : "Ya ampun! Itu Kapten! Masak nggak tahu?!"
Saya : "Oo, bagus ya?"
Adik saya : "Ya iyalah! Selevel Kotak itu, sama-sama lulusan Dreamband"
Saya : "Ooooo [*garuk-garuk kepala (lagi)*]

Kenikmatan dalam suguhan Band Kapten itu hanya berlangsung selama 30 menit saja, kemudian countdown pun dimulai!
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1

SELAMAT TAHUN BARU 2011

(Semoga di tahun ini, semua umat manusia semakin hidup damai)