Pages

PARASIT : Parasit Hati, Parasit Jiwa, Parasit Pikiran

Tanpa disuruh, kata "Parasit" tidak akan berlari-lari dengan lama di dalam otak kita. Tempatnya sudah jelas. Sebuah rumah di dunia otak manusia yang bertuliskan "Konotasi Negatif". Mereka adalah organisme penumpang yang merugikan hidup dari organisme lain yang ditumpangi si organisme "nakal" tersebut.

Sebelum masa 2 tahun yang lalu, mungkin kata "Parasit" akan memberikan konsepsi yang sama dengan pemikiran orang lain di otakku. Kata yang aneh dan jahat. Namun, ketika menginjakkan kaki pertama di kelas XI.RSBI-2 di awal semester dulu, kata Parasit harus menjadi hati, jiwa, dan pikiran saya. Ia membayangi suka dan duka saya. Ia adalah hidup saya.

PARASIT : PROGRAME OF INTERNATIONAL SCIENCE TWO : XI.RSBI-2

28627_1328144962583_1199716870_30979680_3093589_n

Nama yang agak memaksakan kehendak, mungkin. Namun semua yang berada di dalamnya tidak keberatan dengan nama tersebut. Entahlah, semakin aneh namanya semakin bersemangat penghuninya.

Sedikit flashback.
Ketika SMP, saya menempati sebuah kelas dengan orang-orang yang begitu menyenangkan. KOMPAK. Kemanapun bersama. Ke kantin, tidak tanggung-tanggung, semua warganya, satu kelas tersebut, bersama-sama pergi ke sana. Yang paling saya ingat adalah sebuah momen dimana mereka begitu perhatian kepada saya yang sungguh introvert. Mungkin ini hal sepele, dan bahkan mungkin apa yang mereka lakukan, bagi mereka itu hanyalah hal kecil, yang entah sekarang mereka masih ingat atau tidak. Adalah ketika saya tiba-tiba menangis di depan sahabat kental saya, Ulfa. Dengan tiba-tiba, teman satu kelas menghampiri saya. Lazimnya, mereka pasti akan langsung bertanya, "Kamu kenapa" atau hal sepadan yang menunjukkan simpati mereka. Namun tidak. Mereka hanya berkata "Eh, Tik, ayo kita ngerjain Rahma, jangan duduk terus dong disini. Ayo buruan gabung!". Apa dan bagian mana yang spesial, saya benar-benar tidak dapat meyakinkan Anda, tapi bagi saya, seluruhnya adalah spesial. Saya merasa mereka tahu betul bahwa saya hanya bercerita masalah saya kepada seorang yang benar-benar saya percayai. Mereka tidak memaksa saya untuk bercerita. Mereka tahu bahwa saya tidak bisa memasrahkan masalah saya. Mereka tidak meminta tetapi mereka memberi sebuah penghiburan kepada saya.

Alhamdulillah...
Allah memberi saya kesempatan untuk merasakan suasana yang serupa. Serupa tapi tak sama. Anugerah yang tak ternilai harganya, kelas XI.RSBI-2 yang tetap berlanjut dalam formasi yang sama hingga kelas XII.RSBI-2.

Mana yang lebih sempurna? Tak dapat dibandingkan. Keduanya memiliki kelebihan masing-masing. Keduanya sempurna dan menempati peringkat pertama di hati saya.

Suatu hari di semester ke-2 di kelas penghujung masa SMA ini, tiba-tiba saya merasa begitu takut. Hati menjadi biru mengingat bahwa waktu kami bersama hanya tinggal beberapa bulan lagi. Pertemuan tidak akan pernah disesali, tetapi perpisahan lah yang akan disesali.

47086_1263404485524_1842099095_503003_7936876_n

47086_1263404525525_1842099095_503004_7971166_n

Senior-senior serta para guru selalu berkisah tentang masa kuliah yang tidak akan menemui lagi kata solidaritas. Bukan tidak akan, tetapi sulit. Kata "klop" di masa itu hanya diantara beberapa orang saja. Saya bertanya-tanya bagaimana bisa hal itu terjadi? apa yang membuat kata "kompak" menjadi sulit terjalin? Apakah karena rasa "Aku tidak cocok dengan dia" atau "Dia harusnya begini-begitu"? Jika ya, kenapa jadi seorang mahasiswa sungguh egois seperti anak kecil?

Oleh karenanya, ingin rasanya saya mengabadikan berbagai dongeng yang dibisikan PARASIT ke dalam hidup saya. Jika PARASIT memang adalah sebuah virus, ia telah menyerang hati saya. Pun menyerang jiwa, lalu otak, pikiran saya. Virus itu membawa sebuah penyakit bahagia. Saya membutuhkannya. Saya sakau terhadapnya. Saya membutuhkannya. Saya kecanduan terhadapnya. Semoga, kelak, Allah masih memperkenankan saya untuk mengicip "narkoba" serupa di hari-hari saya sebagai mahasiswa... semoga...

0 cuap-cuap:

Posting Komentar